anak2

Jumat, 14 September 2012

wedang uwuh

Wedang Uwuh

November 5, 2008
Rakyat Indonesia insya Allah adalah rakyat yang tangguh. Di saat pengusaha besar bangkrut habis-habisan dan menyedot uang negara ratusan triliyun untuk menyelamatkannya, masyarakat kecil bisa menyesuaikan diri relatif lebih cepat. Mengapa bisa demikian? Baca-baca tulisannya Adi Sasono, saya memahaminya karena mereka menjalankan ekonomi mikro dengan baik.
Saya punya teman kuliah di Jurusan Fisika MIPA UGM, namanya Yuwono yang sering menggerutu tentang rakyat kecil Indonesia yang makan sampah. Ilustrasinya saat para tuan Belanda makan steak dari bagian daging sapi yang paling baik, rakyat kecil digiring untuk bisa menikmati bagian yang mereka buang: jeroan, tulang-belulang, tetelan, kulit, moncong dan kaki dalam bentuk soto, tahu campur, tengkleng, rawon dan sebagainya. Saya sendiri tidak berkeberatan dengan situasi ini. Naiknya jeroan dan balungan ke meja makan itu merupakan karya kreativitas masyarakat. Bersama dengan bisnis pakaian/perabotan bekas (owol-owol), makanan sampah ini lah inti dari ekonomi mikro. Namun tidak berarti saya menyetujui recycle makanan yang telah dibuang ke tempat sampah sebagai makanan manusia kembali lho!
Belakangan, di Jogja muncul paket kemasan bahan minuman anget yang diberi nama wedang uwuh oleh penemunya (entah siapa). Konon, wedang uwuh pertama kali diperkenalkan di Imogiri. Itu lah sebabnya pada kemasan yang dijual di pasaran disebut-sebut minuman dari makam para raja-raja. Minuman dari makam? Serem, tapi saya menggemarinya. Kalau diperhatikan sebenarnya biasa-biasa saja. Wedang uwuh itu wedang dengan aroma jahe-cengkeh dengan pewarna merah dari kayu secang. Kata uwuh datang dari bahan aroma cengkeh yang tidak diambil dari bunga seperti lazimnya bumbu masak biasa tapi dari batang-batang kecil dan daun; sampah pohon cengkih.
Cara membuatnya benar-benar ekonomi mikro. Baca saja petunjuknya: cuci semua bahan kecuali gula batu. Artinya, pekerjaan mencuci dibebankan ke konsumen, hemat biaya produksi! Masukkan semua bahan ke cangkir. Memarkan dulu jahenya. Tuang air panas. Aduk-aduk sampai gula batu larut. Siap disruput pada saat dingin musim hujan sehari-hari saat ini.
Sumber: http://cemplon.blog.ugm.ac.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar